Kamis, 11 Agustus 2011

Cerpen 1

Pemuja Rahasia

Senin pagi yang cerah, seperti biasa sekolahku mengadakan Upacara Bendera yang membuat siswa siswi disekolah ini selalu mengeluh. Apalagi kalo mengingat-ingat amanat Pembina upacara yang panjang lebar dan bisa membuat kaki kami pegal berkepanjagan. Tapi, semua keluhan itu gak pernah membuat semangatku luntur untuk mengikuti Upacara Bendera. Karena saat inilah aku aku bisa melihat seseorang yang aku kagumi sejak dulu dan saat inilah yang selalu kutunggu-tunggu. Melihat dirinya berdiri disalah satu barisan yang berada dihadapanku.
Sekitar 5 menit aku mencari-cari sosoknya, dan akhirnya aku menemukannya. Dia berdiri tepat dibarisan yang ada dihadapanku. Postur tubuhnya yang sedikit lebih tinggi dariku dan wajahnya yang manis, membuatku terpesona padanya. Apalagi sifatnya yang cuek dan senyumnya yang menawan, membuat rasa kagumku semakin bertambah setiap waktu. Aku gak bisa berhenti memangdangnya dan selalu tersenyum setiap kali melihat tingkahnya selama upacara.  Selalu aja menundukkan kepala dan memainkan kuku-kuku jarinya itu.
Upacara terus berlangsung dan aku terus memandangnya. Seperti biasa dia selalu melakukan tingkah anehnya yang gak pernah aku duga selama upacara berlangsung. Lagi-lagi aku tertawa kecil melihat tingkahnya. Aku merasa saat ini  aku sedang berada di dunia khayalku. Sambil terus melihatnya, dan terus melihatnya. Bagiku mengamatinya bukanlah suatu hal yang membosankan, tapi, suatu kewajiban yang harus kulakukan untuk mengisi warna-warni hidupku.
Tak terasa upacara selesai, kurang lebih 1 jam aku sudah mengamatinya. Dan sekarang aku harus pergi dari hadapannya, juga merelakan dia untuk pergi ke kelasnya. Lagian nanti dia juga olahraga. Punya  kesempatan kedua maksudnya J.
“Emp… gimana Sya??? Udah puas liat Raka???”, goda Winda dan Penny padaku. Dan aku hanya tersenyum manis.
“Gimana ya?? Menurut kalian gimana???”, tanyaku balik. Dan aku yakin mereka pasti tau jawabannya. Beberapa detik kemudian mereka tersenyum menggoda. Aku hanya tersipu malu.
“Nantikan dia olahraga, stand by aja Sya… pasti dia berdiri ditempat biasa dia berdiri”, kata Penny mengingatkanku. Aku pun mengangguk dan tertawa kecil melihat kebiasaanku yang gak pernah aku ubah ini.
Setelah cukup lama kelas rebut, tiba-tiba semua murid terdiam dan segera duduk manis dibangkunya masing-masing. Ternyata guru galak yang mengajar kami telah masuk dan duduk dikursinya. Kami pun mengikuti pelajarannya dengan baik, dan aku tumben gak bosan dengan pelajarannya. Malahan sekarang kebalikannya.
G A B
Gak terasa waktu berjalan begitu cepat, pelajaran pertama segera berganti dengan pelajaran kedua. Dan tepat saat ini kelas dia sedang olahraga. Seperti yang dikatakan oleh Penny, aku segera stand by dengan  sikap dudukku sekarang. Ternyata hari ini berpihak padaku, dia berdiri di tiang ring basket dengan gaya cueknya. Dan aku merasa puas melihatnya. Lagi-lagi aku terhanyut dalam duniaku sendiri, tanpa sadar aku sudah melewati dua jam pelajaran ini. Benar-benar kagum dibuatnya, bayangin aja selama dua jam ini aku cuman mendengar kata “Iman” dan “malaikat”, gak ada kata lain yang kudengar saat itu. ternyata dia telah merubahku.
“Gak ke kantin Sya??”, ajak Winda padaku. Dan seperti biasa aku selalu menggelengkan kepalaku.
“Kok gak pernah ke kantin sih? Padahal Raka semangat banget yang namanya ke kantin… ”, tanya Penny padaku dengan wajah yang heran. Aku hanya tersenyum.
“Biar aja, kan itu Raka… Raka ya Raka, Rasya ya Rasya… aku dan dia berbeda. Lagian di kantin tuh panas, rame, pengep pula…  keabisan napas aja disana…”, jawabku sambil menggerakkan tanganku dengan gaya yang extra lebay. Kami pun tertawa bersama.
Walaupun aku sudah menjelaskan alasanku untuk gak ke kantin, tidak meluluhkan semangat mereka untuk terus menarikku ke kantin. Berapa kalipun aku menolaknya, mereka pun semakin menarikku. Dan akhirnya aku menyerah, dan mengikuti kemauan mereka kali ini. Gak disangka-sangka, aku gak nyesel dipaksa mereka ke kantin kalo aku bakal berdiri dihadapannya saat ini. Kedua temanku ini tau alasan yang membuatku tersenyum. Dengan serempak mereka berdehem. Aku sedikit kaget, tapi menutupinya. Raka melewatiku dan sedikit melirik kearahku, entah apa yang dilihatnya. Aku tersenyum setelah dia melewatiku. Dan segera bercerita panjang lebar setelah kejadian tadi.
G A B
Aku merebahkan tubuhku dikasur empukku. Masih terbayang-bayang kejadian tentang Raka dipikiranku. Tingkahnya, senyumnya, gayanya, dan semuanya yang ada di dirinya, masih terbayang-bayang olehku. Rasa sejuk yang kurasakan setelah mandi dan angin sepoi-sepoi yang menemaniku malam ini, sedikit menghilangkan rasa lelahku hari ini. Tapi, semakin membuat angan-angan tentang Raka menggrogoti pikiranku yang lelah ini.
Aku segera mengeluarkan sebuah buku kecil dan menuliskan sesuatu di kertasnya yang rapi. Selalu tersenyum setiap kali menuliskannya,
Khmm…. I don’t know if I will falling in love with you. Your style make me falling in love with you. Your eyes, your face, your mouth, and all about you, make me falling in love with you. I  needn’t  your money, your brain, or things. But I need your heart for me. I want you know if my love pure for you. And I hope you can love me too althought that just dream for me, but may I love you for my life. Khmm… I believe one day you can love me like me love you Raka. The last word,
‘Arzeta Rasya Hanum’
Love
‘M. Raka El-Faruqi’
Kututup buku kecil ini, dan kusimpan di dalam laci meja belajarku. Setiap kali menuliskannya, aku selalu merasa tenang dan tentram. Semua harapanku sudah kutulis di dalam buku itu. biarlah waktu yang menjawab.
Aku segera menaiki kasur dan bersiap untuk pergi kebawah alam sadarku. Selesai berdoa, aku segera memejamkan mata, berharap hari esok akan lebih baik. Selamat tinggal hari ini, selamat datang hari esok, dan selamat malam Raka El-Faruqi, semoga tidurmu nyenyak. Good nite J.

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar